Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2015

Sabtu Seru di Istana Basa Pagaruyuang

Toleransi saya kepada rutinitas sifatnya berbatas. Kesibukan yang menyita waktu dan menguras tenaga membuat saya dipaksa pasrah. Liburan yaaa mager di kasur. Baca tumpukan novel. Atau nyanyi-nyanyi gak jelas. So far berhasil bikin saya punya pandangan positif.  Akh ... sepandai-pandainya mencari celah toh pada akhirnya ada batas toleransi juga. Ada hal-hal yang keburu kadaluwarsa. Sambil merenung, tercetus ide di kepala. Weekend saya akan coba solo traveling. Itung-itung uji nyali. Hmmm ... tempatnya nggak usah terlalu jauh dari kota Bukittinggi.  Karena untuk pengalaman pertama resiko kesasar seorang diri perlu diperkecil. Tergambar dan seyakinnya saya akan ke tempat itu. Dulunya pernah ke sana tapi barengan teman-teman. Keasyikan ngobrol membuat abai pada sekitar. Dan itu sering banget kejadian. Anggaplah ini semacam pengulangan kisah. Saya tentu ngumpulin informasi dan tanya sana sini. Nggak sabaran rasanya untuk memulai perjalanan. Mendapati diri di tempat yang sama sekali asing.

Untuk Perempuan

Ia samar namun membayangi, ada dalam setiap tarikan nafas dan kemana kaki melangkah.  Ia menjelma doa-doa dalam badai perasaan. Ia yang terkadang coba ditepis namun tak terkikis. Satu dua potong kisah yang masih melekat cukup jadi pengingat bahwa ia ada meski tiada. Untuk perempuan tempatku sembilan bulan bernaung sebelum mataku melihat dunia Untuk perempuan dengan satu dua kenangan Untuk perempuan yang kisahnya menjadi ninaboboku Untuk perempuan yang sempat dan pernah kurindukan Untuk perempuan yang tidak pernah seutuhnya bersamaku Untuk perempuan dalam ketiadaanya Untuk perempuan yang mengenalkan apa itu perpisahan Untuk perempuan itu terima kasih sudah pernah ada meski tak lama meski tiada

Menapaki Gunung Marapi

Panjang malam terasa. Udara nan dingin. Pakaian basah kena rembesan hujan serta keringat yang mengucur. Menggigil menyambut malam itu di cadas gunung Marapi, 2891 mdpl. Petikan dawai gitar. Nyanyian suara-suara manusia gunung. Obrolan serius atau sekedar kelakar. Sambil memicing mata, meredam gigilan namun gagal. Kualihkan pikiran. Mencoba mengingat perjuangan untuk sampai ke cadas. Hmmm ... dalam keadaan terjepit. Manusia sungguh akan berjuang mati-matian untuk bertahan hidup. Sebelum itu saya hanya punya dua pilihan. Menyerah kalah dengan catatan ngerepotin dan ngeselin mereka yang sudah bersedia menemani. Atau terus melangkah. Mengkuatkan hati. Menyemangati diri sendiri. Dan memelihara pikiran positif. Alhamdulillah ... Allah memberkahi setiap langkah. Meneguhkan hati ini. Padahal, jauh di lubuk hati kepengen nangis. Pengen teriak  udahan ajaaa ... Kesel campur bete tiap kali jawaban yang saya dapat dua  kelokan lagi. Namun, sepanjang jalan di pendakian itu, saya ketemu banyak ora