Toleransi saya kepada rutinitas sifatnya berbatas. Kesibukan yang menyita waktu dan menguras tenaga membuat saya dipaksa pasrah. Liburan yaaa mager di kasur. Baca tumpukan novel. Atau nyanyi-nyanyi gak jelas. So far berhasil bikin saya punya pandangan positif. Akh ... sepandai-pandainya mencari celah toh pada akhirnya ada batas toleransi juga. Ada hal-hal yang keburu kadaluwarsa.
Sambil merenung, tercetus ide di kepala. Weekend saya akan coba solo traveling. Itung-itung uji nyali. Hmmm ... tempatnya nggak usah terlalu jauh dari kota Bukittinggi. Karena untuk pengalaman pertama resiko kesasar seorang diri perlu diperkecil. Tergambar dan seyakinnya saya akan ke tempat itu. Dulunya pernah ke sana tapi barengan teman-teman. Keasyikan ngobrol membuat abai pada sekitar. Dan itu sering banget kejadian. Anggaplah ini semacam pengulangan kisah.
Saya tentu ngumpulin informasi dan tanya sana sini. Nggak sabaran rasanya untuk memulai perjalanan. Mendapati diri di tempat yang sama sekali asing. Sensasinya itu lho. Barangkali keantusiasan bagai magnetlah memikat dan menarik Dona. Cemas dan kekhawatiran dapat dia lebur.
Maka pada sabtu pagi yang cerah di terminal aur kuning kami duduk manis. Meredam khawatir masing-masing. Selain melihat-melihat pemandangan sepanjang jalan. Kami juga menyempatkan ngobrol singkat sama penumpang lain. Tadinya saya cuma punya dua tujuan, Panorama Tabek Patah dan ngekawa di kiniko. Dona berhasil ngebujuk saya mampir ke istana basa pagaruyuang. Rute pun di ubah. Secara lokasi istana basa pagaruyuang jauh maka kami putusin ke sana duluan.
Berkat ngobrol sama penumpang lain. Kami jadi nggak bego-bego amat. Selepas turun dari bus, perjalanan dilanjutkan dengan ngojek. Si bapak tua berhenti persis di depan kami yang celingak-celinguk. Tinggal sodorin cermin aja. Tampang kami yang sok optimis itu kalah sama khawatir. Si bapak tua menyapa ramah. Si bapak tua menjelma bagai malaikat. Kekhawatiran kami lenyap. Panas terik berasa dikipasin. Optimis kami melesat tinggi.
Si bapak tua doyan bercerita tentang apa-apa saja objek wisata di Batusangkar. Atau curcolan tentang kerjaannya. Saking serunya obrolan itu perjalanan yang lumayan jauh itu berasa singkat. Tetiba si bapak tua dan motor andalannya tepat berhenti di bangunan megah itu. Nggak sabaran segera menjelajah setiap sudut dalam bangunan megah itu. Dengan terburu-buru nyodorin duit sambil tak lupa ngucapin terima kasih sama si bapak tua yang hangat dan ramah.
Kami berdua melangkah penuh semangat. Melesat anggun bak putri raja memasuki istana basa pagaruyuang yang dulunya adalah tempat tinggal raja sekaligus tempat menjalankan pemerintahan. Bangunan ini terdiri dari 3 lantai, 72 tonggak, serta 11 gonjong. Alhamdulillah ... kami berhasil menjajal setiap sudutnya. Dari lantai satu ampe ngos-ngosan ke lantai tiga.
Oiya, bangunan ini duplikat dari istana yang dibakar sama Belanda tahun 1804 lho. Wiiih... dasar kumpeni !!! Tapi, syukurlah, istana ini dibangun kembali pada 27 Desember 1976. Meski sesudahnya beberapa kebakaran hebat menyertai. Pantesanlah benda-benda peninggalan di dalam istana basa pagaruyuang enggak lengkap. Tapi tidak mengurangi rasa kagum dan cinta pada keindahan seni arsitektur urang awak.
Kelar keliling bangunan istana basa pagaruyuang. Perut pun kriuk-kriuk gemes karena dari tadi dicuekin. Pertanda perut kudu diisi. Dan benar adanya buru-buru emang nggak baik. Bekal makanan yang sengaja disiapin sebelumnya biar irit ketinggalan di motor si bapak tua. Oalaaa ... tepok jidat sambil ketawa ngakak. Dalam situasi semenyebalkan pun jangan lupa memelihara humor. Seni ketawain diri itu perlu biar nggak baper. Haha ...
Sebelum beranjak dari istana basa pagaruyuang, kami menunaikan kewajiban shalat Zhuhur sekaligus selonjoran di musholanya. Sembari mikirin mo makan siang ketelatan dimana. Dan demi menghemat waktu dan nggak mau ngegembel di Batusangkar gegara nggak ada kendaraan pulang. Kami secepat kilat capgrakz menuju Kiniko cafe. Tapi yaaa gitu ... nungguin kendaraannya luamaaaa butuh kesabaran dan ketabahan cacing-cacing di perut.
Komentar
Posting Komentar