Langsung ke konten utama

[FOOD] Pisang Panggang Santan Khas Bukittinggi

Entah bagaimana semua bermula. Pertemuan yang biasanya diisi dengan berbagi kabar atau sesekali berjalan kaki menyusuri sudut kota berubah menjadi ritual makan. Tentunya dengan obrolan yang menurutku berbobot. Sambil menikmati seporsi makanan nikmat, sepasang sahabat berbagi kecemasan, saling menguatkan hingga menertawakan lika-liku hidup masing-masing. 

Menjadi perempuan dewasa, duo anak tunggal ini berjibaku untuk terus bertahan dengan kemelut hidup. Satu-satunya penyemangat bertemu kawan yang sungguhan kawan. Tulus mendengarkan kala berkeluh kesah. Menghibur dengan komentar receh. Atau berburu makanan lantas menjabarkan beragam rasa yang tercicipi lidah. Berdiskusi mulai dari topik serius hingga paling receh. 

Pada pertemuan lalu, suasana hatiku sedang tidak baik. Kabar duka sungguh menyesakkan dada. Saya sedang ingin bercerita, menumpahkan kecemasan, berbagi kekhawatiran. Ajakannya kuterima dengan antusias. 

Pusat kota kami telusuri. Perut sengaja dikosongkan. Kami berdua ingin menjejalkan makanan nikmat berselera. Apesnya, dalam kondisi PPKM, tak satu pun kafe atau restoran yang diperkenankan melayani makan di tempat. Kelimpungan serta lapar jadi satu, tanpa pikir panjang, kami sudah duduk manis sambil melahap seporsi siomay. 
Rasanya cukup enak. Ku tidak menemukan telor rebus, potongan bakso, dan mie kuning. Perut begah kebanyakan dibombardir tepung dan kuah kacang. Untuk satu porsi bayar Rp 10.000. 

Untuk meringankan beban hati dan beban di perut, destinasi selanjutnya sudah menunggu. Kami putuskan jalan kaki sekalian bakar kalori. Begah sekali euy 
Lokasi kedua sekitaran depan kampus PGSD Bukittinggi. Banyak jajanan street food yang menggoyahkan keinginan diri untuk berdiet. Lupakan diet, mari kita makan dengan nikmat. Hehe 
Petualangan makan-makan kami berlanjut. Si kawan memesan es oyen dingin. Sementara, sejak awal, saya mengemban  misi mulia kalo ke tempat ini, harus menikmati seporsi Pisang Panggang Santan. Harus pokoknya. Sempat gagal, kali ini semesta mendukung. Uhuy !!! 
Obrolan dilanjutkan sambil menunggu pesanan Pisang Panggang Santan ku datang. Nada suara kami pelankan. Yah, bisa-bisanya si kawan yang berzodiak Sagitarius bahas topik yang memerahkan telinga tapi diam-diam kita pasti senang diajak diskusi ttg hal ini. Yup, organ reproduksi kewanitaan. Kalo dipikir-pikir, masih banyak hal yang kita belum ketahui tentang organ reproduksi sendiri. Kurangnya edukasi serta minimnya informasi membuat kebanyakan dari kita memaklumi dengan begitu saja. 
Pisang Panggang Santan idaman datang. Hal pertama yang kulakukan mencicipi kuah santannya. Gurih lembut. Pisangnya dipanggang sempurna. Gak lembek. Nge-blend dengan kuah santan. Yang menarik perhatian pada pisang panggang santan belakang balok adalah ku tidak menemukan potongan gabin yang biasanya sahabat kental cemilan ini. Gabin digantikan dengan roti tawar. Ternyata, tidak mengubah rasa. Overall, perfecto. Malahan roti tawar jadi kesatuan yang ciptakan ledakan suka cita di lidah. Manis. Murah. Meriah. Harganya per porsi Rp 8.000,- saja. 
Fyi, pisang panggang santan merupakan penganan ringan khas Kota Bukittinggi, cocok disantap kala panas. Agar pisang mudah dipanggang, pisang yang digunakan adalah pisang Ambon atau pisang raja. Belakangan tak harus ke Bukittinggi untuk menyantap hidangan nikmat ini, di berbagai kota di Sumatera Barat sudah tersedia. Silakan temukan dan cicipi sendiri dengan catatan jangan lupa terapkan prokes yah 😅

Obrolan selesai. Sepasang sahabat menyudahi pertemuan. Sambil mendoakan satu sama lain. Kami pulang menggenggam bungkusan lain. Minuman tradisional Minang cincau hitam hijau santan. Nggak tau sih penulisannya benar atau keliru. Nggak sempat ambil foto keburu riweh sama rame ya antrian. Hehe Yang pasti ku pulang dengan pikiran ringan.
Baca Juga 

Komentar

Agus Warteg mengatakan…
Lihat fotonya jadi pengin nyobain juga pisang panggang santan, kelihatannya enak banget karena aku suka yang santan-santan, gurih soal nya.

Jadi sebelumnya pisang nya dipanggang dulu biar Mateng ya mbak Yani.😃
MizzYani mengatakan…
Gurih banget Mas Agus. Cobain deh hehe

Betul mas, pisangnya di panggang Ama kulitnya sekalian

Makasih sudah berkunjung ya mas Agus 😁
Fira mengatakan…
Pisang panggang santan melihat fotonya jadi tertarik, sayang ini makanan khas bukit tinggi bahkan namanya pun aku baru dengar. Kalau bikin sendiri di rumah bisakah mbak Yani??
MizzYani mengatakan…
Hai mba Fira

Iya Pisang Panggang Santan emang makanan khas Bukittinggi.

But, don't worry, cara bikinnya gampang kok. Tinggal Googling resepnya aja mbaa

Selamat mencoba mba Fira. Makasih sudah mampir ke blog ini 😁


Unknown mengatakan…
kalau dari pisang ambon sih aku suka mba yani..wangi soalnya...tapi siomaynya juga menggoda iman...taoi kok siomay di situ tak ditemukan mie kuning..oh di bukittinggi ada mie kuningnya ya siomay tu

kalau tempat ku adanya siomay daging (walau kebanyakan micin dan gandum sih...eh siomay ikan juga ada), lalu ada tahu rebus, telur rebus kentang rebus, kubis rebus dan pare rebus...hehe
MizzYani mengatakan…
Nah itu dia mbak yang bikin saya terheran-heran, mie kuningnya gak ada. Apa jangan2 tiap daerah itu siomaynya punya variasi sendiri yak ? Hehe

Postingan populer dari blog ini

Review Novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar - Tere Liye

Hampir 6 tahun lamanya, saya memutuskan berhenti membaca buku-buku karya Tere Liye . Bukan karena karyanya jelek. Melainkan, saya ingin eksplorasi karya penulis lain. Rasanya, hidup terlalu singkat, bila hanya dihabiskan membaca satu karya penulis saja. Mulailah saya bertualang dan mengoleksi berbagai buku yang menarik perhatian dan memperkaya wawasan dan sudut pandang.  Hingga suatu hari, terbitlah novel karya Tere Liye yang berjudul Teruslah Bodoh Jangan Pintar. Novel yang rilis tanggal 1 Februari 2024 bertepatan dengan suasana menjelang pemilu.  Jujur, saya sama sekali belum tertarik untuk membeli. Sekadar saya lirik di akun IG Tere Liye. Sampai saya ke-trigger oleh twit dari Ernest Prakasa yang memposting novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar karya Tere Liye. Kaget dan nggak nyangka ! Ernest Prakasa baca novel Tere Liye !!!! Review-nya ini novel yang sungguh berani. Terlalu berani. Salut .  Saya pun penasaran. Apakah novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar akan se...

Review Buku The Things You Can See Only When You Slow Down - Haemin Sunim

[ Review Buku The Things You Can See Only When You Slow Down - Haemin Sunim ] Buku merupakan tempat pelarian ternyaman yang saya pilih. Setiap kali lelah dengan ekspektasi yang seringnya ketinggian, cemas sama masa depan, khawatir dengan opini orang lain atau kesal dan kecewa ketemu orang-orang yang bikin emosi. Ajaibnya, dengan buku kayak punya teman cerita, teman diskusi yang asyik dan nyambung. Boro-boro di dunia nyata, susah ketemunya. Hehe  Sama halnya, saat saya baca Buku The Things You Can See Only When You Slow Down ini, berisi pesan-pesan singkat seperti kutipan bijak dan essai sederhana namun bermakna. Saking sukanya, buku ini sudah berkali-kali saya baca ulang. Tapi, baru kali ini, saya sempat mereview buku yang terjual  lebih dari 3 juta eksemplar dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.  Buku ini mengulas segala aspek kehidupan sehingga wajar kamu pun bakal merasa relate dengan 8 Bab yang dijabarkan yakni Bab 1 : Istirahat, Bab 2 : Keber...

Buku Filosofi Teras, Mental Tangguh Menghadapi Dinamika Hidup

Apa kabar ? Masihkah semangatmu nyala? Atau terendap dalam kubangan emosi negatif ? Kenalan yuk sama buku filosofi teras , siapa tahu dengan membaca buku ini bisa mengubah persepsimu tentang musibah yang kamu alami serta emosi negatif yang belum mampu dikendalikan seperti rasa cemas, khawatir hingga depresi.  Judul Buku : Filosofi Teras Penulis : Henry Manampiring Penerbit : Kompas  Terbit : Tahun 2018 Jumlah: 344 halaman Rating 🌟🌟🌟🌟 Baca melalui iPusnas Ternyata, sumber itu semua letaknya di pikiran kita. Kebiasaan kita yang suka mendramatisir kesedihan dan berlarut-larut di di dalamnya, memicu emosi negatif, yang bikin hidup tidak tenang. Kita senantiasa dirong-rong oleh kekhawatiran yang kita ciptakan sendiri. Padahal, belum tentu terbukti juga, kan ? Some things are up to us, some things are not up to us - Epictetus Karena itu, melalui buku  Filosofi Teras, Om Piring sapaan akrab penulis, menganjurkan kita harus mencoba belajar mengendalikan pikiran me...