Langsung ke konten utama

Postingan

Menapaki Gunung Marapi part 2

Kisah mendaki gunung marapi untuk pertama kalinya membekas di ingatan. Banyak pelajaran-pelajaran tentang hidup saya temui. Barulah saya menyadari bagaimana perjuangan tanpa kenal lelah itu. Untuk satu tujuan puncak gunung marapi. Saya si pemula yang nggak patut ditiru sih. Tanpa persiapan.  Serba ala kadarnya. Saya nggak sempet olahraga supaya stamina terjaga. Makan juga nggak banyak. Bekal ke marapi pop mie dua biji dan empat bungkus roti. Alas kaki pake sepatu santai dan sendal jepit buat jaga-jaga. Outfit baju kaus sama cardigan hitam plus celana jeans. What??? Celana jeans ? Haha silahkan ketawain betapa bodohnya saya. Kadar kenekatan saya melonjak tinggi. Anggaplah efek kelamaan nungguin kesempatan. Semesta pun mengirim pertanda. Seperti saya yang tanpa sengaja nemuin grup ikatan pendaki gunung di facebook. Lama mengamati. Dan voilaaaa ... Lusiana namanya. Ia memposting bahwa sabtu sore akan mendaki gunung marapi. Saya pun membuka profilnya. Dan saya tanpa pikir panjang menulis

Menapaki Gunung Marapi part 1

Pernahkah kamu didera bimbang dan diterpa ketakutan hebat? Padahal ia adalah apa yang kamu ingini dan kamu impikan sejak lama. Pagi, siang, dan malammu habis merayu Rabb. Meminta kemurahan dan kuasanya agar membukakan jalanNya. Kesempatan itu akhirnya datang. Setelah menunggu terlalu lama. Saya memilih tetap percaya, memupuk sabar, dan menyalakan api impian itu. Entah bagaimana caranya saya harus ada disana. Bukan main perang batin. Benarkah ini ? Bagaimanalah nanti disana? Apakah saya akan baik-baik saja? Suara-suara baik datang. Meredakan takut. Memupus gelisah. Suara-suara baik itu berkata, sekaranglah waktumu. Inilah saatnya. Ayunkan langkahmu. Kuatkan hatimu. Bukankah kamu sudah demikian sabar menanti datangnya kesempatan ? Dua belas tahun itu bukan waktu yang singkat. Bismillah. Setelah sebelumnya setelah shalat dzuhur, saya larut dalam doa nan panjang. Memohon pada pemilik tubuh ini untuk selalu menjaga dan melindungi langkah kecil rapuh saya. Awal April nan mendung kelabu,

Penghujung Oktober

Selamat sore menjelang senja. Bagi kami yang terkungkung asap kebakaran hutan selama beberapa bulan, guyuran hujan nan menderas adalah kado paling manis. Doa-doa kami pun terjawab di penghujung Oktober. Kami rindu langit biru. Parodi awan-awan lucu menggemaskan. Kami rindu melihat dengan mata jernih. Tanpa selubung kabut. Sudah cukup nafas kami dibikin sesak. Sudah cukup aktifitas kami terbengkalai. Sudah cukup rentetan tragedi yang memilukan hati.Kami rindu bermain bebas tanpa perlu didera cemas pada udara yang kami hirup. Tuhan tahu tapi menunggu. Menunggu kami manusia-manusianya untuk kembali sadar. Bahwa semua pun mengenal batas. Ketamakan dan rasa tidak puas hanya mengundang lara. Terima kasih Rabb, penghujung oktober kami dekap penuh haru.

Bibit Nyebelin

Jam tiga pagi, perut saya kepanasan, lambung saya tepatnya. Berusaha masa bodoh dan tetap selimutan gelisah. Bolak-balik kiri kanan. Akh .... saya menyerah. Percuma memilih berbaring slimutan. Toh, perut kepanasan terkutuk ini takkan bersedia kompromi. Jadi, saya terbangun satu jam lebih awal. Tak apalah. Saya bangkit dan duduk di kasur. Saatnya ritual pengumpulan roh. Ini penting. Biar mood saya selalu kece badai. Aiiih.... Tenangin diri. Tarik nafas dalam-dalam. Senyum manis. Owkay .... saya sibakkan selimut. Berdiri dan nyalakan lampu. Benda pertama yang saya cari tergeletak anggun di atas meja, masih tersambung charger. Well, ada berita seru apakah di timeline Twitter saya ? Atau pesan-pesan yang tak sempat terbaca. Karena saya memilih memejam lebih awal. Notifikasi pertama datang dari BBM. Ada beberapa yang masuk. Salah satunya balasan dari salah seorang teman. Oiya, saya paling benci disuruh nunggu lama. Tanpa membuang waktu handphone saya nonaktifkan dan terbang landas menuj

Lembah Harau dan Tawa Riangnya

Tiba sudahlah di Lembah Harau. Kesorean tak menyusutkan semangat. Langit di Lembah harau memendung. Semacam pertanda hujan segera bertandang. Tanpa buang waktu saya dan teman-teman memacu langkah kaki penuh semangat menuju air terjun. Dona bilang ada lima air terjun di Lembah Harau. Tiga air terjun yang berhasil kami datangi saling berdekatan. Cuma jalan beberapa langkah kaki. Hati riang. Tawa lepas. Beban seolah tiada. Berdelapan kami gila-gilaan menghabiskan hari sampai senja datang. Hari yang indah. Bersua teman-teman lama. Seperti memutar memori masa lalu kala berseragam abu-abu. Kita pernah tertawa lepas bersama dan sekarang pun masih dan semoga jalinan rasa hangat tetap terjaga. Sebelum Lembah Harau hilang dari pandangan. Bulan bulat penuh menggantung diantara tebing-tebing. Terpukau nian saya. Tak henti mengucap syukur. Sebuah kado perpisahan paling manis. Lembah harau penuh arti. Istimewa di hati. Salah sekian hari yang paling berharga yang akan selalu saya ingat baik-baik

Lembah Harau : Semacam penebusan dosa

Dulu sekali ketika masih jadi katak dalam tempurung. Hmm bener gini ndak sih ungkapannya. Bodoamatlah yaaa ... Jaman putih abu-abu lumayan sering traveling. Kala  itu saya ikutan-ikutan doank. Daripada bete melongo ndak kemana-mana. Ada yang ajakin langsung semangat ikut. Fyi, saya malah ndak ngeh sama itu tempat. Belakangan setelah mencoba mengingat-ingat beberapa perjalanan lampau. Omaigaaat bisa yeee dulu saya mpe segitunya. Cuek mah kira-kira euy. Secara sekarang saya sudah lebih aware dan kadar kecuekannya sedikit berkurang. Walau pun belum drastis. Let's say Alhamdulillah ... Prok ... prok .... Tanpa banyak gaya dan banyak tarik ulur. Saya obrolin ke temen-temen dan rembukin bareng buat nemenin saya mengemban misi mulia. Bakda Jumat ngumpul di rumah salah satu temen dari jaman bau kencur.Berangkatlah sesorean nebeng mobil temen. Selama dalam perjalanan saya banyak memilih hening. Sesekali nimbrung dan nyumbang tawa cempreng. Happy kesampean juga ke sana dan barengan tem

Tere Liye dan Bulan September

Apa September kamu sudah ceria seperti judul lagunya Vina Panduwinata? Well, jujur saya malah blom pernah denger gimana September Ceria-Vina Panduwinata, tapi akrab sama judul lagunya setiap bulan September datang. Atau segloomy dan segalau Wake me up when September End-nya Green Day kah kamu ? Bagi saya, September itu full kabut asap. No more blue skies. Buat ngehirup udara bersih aja susah. Kudu pasang masker kemana-mana tapi saya termasuk bandel. Ribet akh masker-masker segala. Tapi, buat yang berada di lokasi kejadian kebakaran hutan wajib hukumnya pasang masker. Berhubung sabtu kemaren itu kabut asap menjadi-jadi disertai angin kencang yang wuuuuus sepoi-sepoi badai. Ndak berani malala. Mingkem jadi anak rumahan sambil selimutan, ngopi, dan baca buku. Hmmm blakangan gegara kerjaan dan pinjam istilah keren sekarang traveling. Salah sekian dari hobi saya kepaksa terpinggirkan. Hidup kan memang kudu milih. Walau kalau bisa seandainya pun pengen banget traveling sambil baca. Tapi k