Langsung ke konten utama

Postingan

Pertanyaan Kesiangan

Pertanyaan itu kau ajukan. Tepat ketika isi kepalaku tengah menjelajah imaji. Siang yang lain dari biasanya. Belakangan kita termasuk jarang mengumbar isi hati. Rutinitas pekerjaan,  masalah hidup, atau petualangan demi petualangan. Kita sempat terlena dalam semua. Sampai kau bertanya dengan polosnya, kenapa mau-maunya berteman denganmu? Berulang-ulang kau keluhi tentang betapa tidak menariknya dirimu. Kau tidak segegap-gempita kembang api. Kau menyebut dirimu hening. Larut dalam kata-kata yang tertahan dalam hatimu sendiri. Beberapa menyalahi sikap hening dan diammu. Akh ... tak usah pula kau pusingkan. Hiduplah dengan caramu. Bahagialah dengan apa yang kau punya. Banggalah dengan dirimu. Jangan bebani harimu dengan bayang-bayang. 'Cause a friend is someone who gives you total freedom to be your self'. Tak perlu menjadi kembang api kalau  memanasi tiap sela jarimu. Heningmu adalah pelengkap kenapa ikatan bernama pertemanan tercipta.

Nyarai : Petualangan ala makhluk sotoy nan koplak

"Ke nyarai aku kan kembali   Walau apa pun yang kan terjadi"  Plesetin dikitlah. Saking lamanya saya lupa kapan tepatnya petualangan ke Air terjun Nyarai. Maklumlah, memori saya mendekati soak parah. Huft ... Critanya lagi iseng ngecek beberapa photo di gallery handphone. Nah, ketemu beberapa photo cakep air terjun Nyarai. Kerinduan pun menyeruak. Nggak bisa dipendam-pendam lagi. Nyaraaaai kangen. Kapan yaaa bisa kesana ??? Well, mari menulisi kenangan demi kenangan tentang Nyarai. Perkenalan pertama nan penuh kesan. Saya nggak percaya sama 'love at the first sight'. Buat saya untuk jatuh cinta harus pake proses. Nyarai mempesona saya sejak awal. Well, saya tahu air terjun Nyarai dari obrolan temen. Nggak sempet ngecek tempatnya kayak apa dan gimana di sono entar. Pokoknya, mau ke Nyarai biar kayak orang-orang. Hadeuuuuh niatnya mulia amat hehe Rencana pagian berangkat dari Bukittinggi.  Tapi, apalah daya selagi berdomisili di Indonesia maka kejamkaretan harus

Nyarai dan Impian yang Kembali Hidup

Inilah perjalanan. Inilah petualangan. Latihan untuk hal-hal hebat yang ingin saya tempuh. Tidak tahu seperti apa tantangan di depan sana. Saya lebih senang membutakan mata dan menulikan telinga. Perasaan berdebar-debar itu melahirkan sensasi bahwa saya hidup. Terkadang kita terlalu sibuk dengan segala rutinitas. Lupa menengok ke dalam diri. Malas mengajaknya bercengkrama. Tidak yakin serta terlanjur ketar-ketir mewujudkan impian-impian kecil. Parah .... yah separah itu. Impian berpetualang masuk hutan hanya sanggup saya bayangkan. Tidak berani dan memilih memendam. Dulu kadar nekad saya masih rendah. Kebanyakan mikirnya. Akhirnya nggak pernah kejadian sampai Tuhan membukakan jalan. Tidak pernah terpikir di benak saya kala itu rentetan demi rentetan petualangan mengikuti. Tak berhenti di tempat itu. Jiwa saya menemukan damai. Mendapatkan energi dari alam. Sesuatu yang luput dari kesadaran. Air terjun Nyarai tlah menggetari jiwa. Memberi hidup pada impian yang saya kira mati. Alam..

Tarusan kamang si muka dua

Tarusan kamang, danau bermuka dua. Wiidiiih, namanya serem amat. Iya, suka serem kalau ketemu sifat manusia beginian. Don't worry yaaa Tarusan kamang jauh dari kesan serem kok. Malahan yang ada ketagiham pengen mampir lagi. Tarusan kamang yang berlokasi di Nagari Kamang mudiak, kabupaten Agam lagi happening sih. Entah diobrolan sehari-hari atau di media sosial. Menjamur sekali postingan foto-foto tentang keindahan Tarusan kamang. Katanya kalau mau ke Tarusan kamang, buat kamu yang pengen ngerasain sensasi berakit-rakit ria persis dalam adegan film 'Tenggelamnya kapal Van der Wijk' wajib datang pas musim hujan. Keren lah pokoknya. Dan alhamdulillah saya beruntung ngerasain sensasi tadi. Naik rakit trus nyebrang ke pulau gitu yang dipenuhi rerumputan hijau. Nah, emang kenapa coba Tarusan kamang di musim kemarau ? Kenapa coba saya ngewanti-wanti dateng pas musim hujan? Begini ceritanya yaaa mohon disimak. Tarusan kamang si muka dua uniknya persis bunglon. Punya dua kepribad

Weekend nyantai di Tarusan Kamang

Weekend itu paling seru yaaa jalan-jalan. Menjauh sejenak serta keluar menemui tempat-tempat baru semacam refreshing otak. Mumet sekaligus jenuh parah yang kerap kali mampir butuh dilenyapkan. Tak harus jalan-jalan ke tempat jauh kalau dana sama waktu sedang bersebrangan. Menghabiskan weekend di taman kota atau iseng mengeksplorasi objek wisata dimana kamu berada patut dipertimbangkan. Sekedar duduk. Mengamati manusia berlalu-lalang. Menyesap cappucino cincau. Atau ngobrol ngalor-ngidul sama temen. Itu saya sih. Weekend yang tidak kehilangan makna serunya. Tapi, sesekali saya pengen nyobain sesuatu yang baru. Keluar dari kebiasaan weekend santai tadi. Sudah kenyang dengan ritual duduk santai, ngobrol ngalor-ngidul, menyesap cappucino cincau di pelataran jam gadang menjelang maghrib. Mengitari pasar atas juga keburu sakit mata. Atau dijamu jenuh menjabani ngarai sianok serta great wall atau janjang saribunya. Saya beneran butuh pemandangan baru bagi sudut pandang baru. Segar dan menyu

Terkenang sesuatu di Puncak Lawang (tamat)

Terbayar sudah segala macam lelah. Penatnya kaki serta jari-jari lecet. Peluh seakan menguap. Panas terik terasa sejuk. Pemandangan di depan mata, hamparan danau maninjau dan langit biru terang yang menaungi di atasnya adalah hadiah dari segala upaya.Masya Allah ... Dan tepat menghadap danau maninjau, saya duduk termenung. Berpikir dalam. Berkelana kian kemari. Menjelajah imaji. Percakapan itu tercipta hanya berdua, saya dan diri sendiri. Senangnya untuk ketiga kali menginjakkan kaki di tempat ini. Kali ketiga dengan perasaan aneka rupa. Kali ketiga dengan orang-orang berbeda. Dan saya bersyukur untuk semua yang pernah dan sudah terlewati. Mata saya pun menatap takjub ke langit lepas. Lihat mereka di atas sana. Terbang bebas ... lepas ... Tunggulah ada saatnya ingin jua mengepakkan diri. Terbang menari bersama kawanan awan. Tak menengadah ke atas tapi menatap jauh dari atas. Ada beberapa permainan seru menguji nyali di Puncak Lawang. Tinggal pilih saja. Dan karena kangen banget pen

Terkenang sesuatu di Puncak Lawang (part 2)

Jujur saya harus geleng-geleng kepala sekalian tepuk tangan buat Dona, si travelmate. Entah pemikiran macam apa yang bersemayam di kepalanya kala itu. Dua jam perjalanan menempuh puncak lawang dari pasar Matur. Bukan karena ndak punya duit. Kebetulan dana kami cukup berlebihlah. Makanya dalam kondisi mepet disempet-sempetin travelling. Dari semalem saya sudah nyiapin ya snack, minuman, outfit juga yang nyantai banget. Di kepala saya tergambar nanti sesampe di pasar Matur lanjut ngojek ke Puncak Lawang. Tapi, kala itu entah Donanya kesambet. Atau saya yang ikutan sableng. Siang itu, kami berhenti di Pasar Matur. Seingat saya naik ojek yaa disekitaran pasar. Ternyata, ndak ada satu ojek pun yang mangkal. Kami putusin menyusuri lokasi sambil berjalan kaki. Berharap di perjalanan ketemu ojek. Tanpa terasa setengah sudah perjalanan. Di bawah panas terik matahari siang itu kami menempuhnya. Muncullah pertanyaan di kepala saya dan tak bisa ditahan. Meluncurlah melalui mulut ini, "Na i