Langsung ke konten utama

Book Review : Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982

Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982, kisah perempuan biasa yang mengalami tekanan budaya Patriarki 

Penulis : Cho Nam-Joo
Genre : Novel
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2019
Rating : 🌟🌟🌟🌠
Baca melalui iPusnas


Menjadi perempuan tentu tidak mudah, terutama apabila kamu hidup dalam masyarakat yang demikian kental memuja Patriarki, di mana kaum laki-laki sebagai poros utama di segala lini kehidupan. Sementara perempuan mengurus hal remeh remeh. Peranannya  dipinggirkan, dipandang sebelah mata, hanya cocok kebagian sumur-dapur-kasur. 

Pernah nggak muncul pertanyaan seperti, apakah terlahir sebagai  perempuan sebuah kesalahan? Kenapa begitu banyak keharusan-keharusan yang harus dilakoni ? Benarkah perempuan tak berhak berdikari? 

Benarkah perempuan tak boleh memiliki kepintaran dan mengaktualisasikan pengetahuannya ? Lantas, kalau sudah memiliki anak, ia harus melepaskan impiannya ? 


Aku bekerja karena aku suka bekerja. Aku menyukai pekerjaanku dan uang yang kudapatkan - Kim-Ji-Yeong 

Memilih tetap bekerja dan meninggalkan anak di bawah pengawasan pengasuh anak, tidak berarti kita tidak menyayangi anak kita. Sama seperti bila berhenti bekerja demi membesarkan anak, tidak berarti kita tidak memiliki semangat untuk bekerja

Melalui karya debutnya, Cho Nam-Joo menyuarakan kesulitan serta permasalahan yang harus dihadapi kaum perempuan terutama di negaranya sendiri. Pengalamannya sebagai seorang ibu dan istri tergambar jelas melalui novel Kim Ji-Yeong,Lahir Tahun 1982. Ia menyoroti mulai dari kentalnya budaya patriarki, pelecehan seksual hingga praktik misoginis. Meski pun termasuk negara maju, sayangnya budaya Patriarki masih demikian kuat mengakar di Korea Selatan.Kemunculan novel ini tak pelak memicu kontroversi, bahkan beberapa selebritis yang kedapatan memposting  pun panen hujatan, seperti Irene "Red Velvet" dan Seo Ye-Ji. 


Sinopsis : 

Kim Ji-Yeong adalah anak perempuan yang terlahir dalam keluarga yang mengharapkan anak laki-laki, yang menjadi bulan-bulanan para guru pria di sekolah, dan yang disalahkan ayahnya ketika ia diganggu anak laki-laki dalam perjalanan pulang dari sekolah di malam hari. 

Kim Ji-Yeong adalah mahasiswi yang tidak pernah direkomendasikan dosen untuk pekerjaan magang di perusahaan ternama, karyawan teladan yang tidak pernah mendapat promosi dan istri yang melepaskan karier serta kebebasannya demi mengasuh anak. 

Kim Ji-Yeong mulai bertingkah aneh. Kim Ji-Yeong mulai mengalami depresi. Namun, Kim Ji-Yeong adalah bagian dari semua perempuan di dunia. 

Novel sensasional dari Korea Selatan yang ramai dibicarakan di seluruh dunia. Kisah kehidupan seorang wanita muda yang terlahir di akhir abad ke-20 itu membangkitkan pertanyaan-pertanyaan tentang praktik misoginis dan penindasan institusional yang relevan bagi kita. 

Keanehan Kim Ji-Yeong dimulai pada tanggal 8 September, ia berubah menjadi wanita mana pun yang ada di sekitarnya. Dari situ, ia menyuarakan suara hatinya yang selama ini teredam. Puncaknya, ketika ia dan suaminya merayakan Chuseok ( Thanksgiving Korea) di rumah mertuanya di Busan. Berkendara selama 5 jam dari Seoul ke Busan, bukannya ambil jeda untuk istirahat, sesampainya di Busan ia harus menemani mertuanya berbelanja keperluan perayaan dan membantu mertuanya memasak dalam jumlah banyak. Dan itu berlangsung setiap tahun. Kim Ji-Yeong tidak tahan lagi, ia muak, dihadapan keluarga besar suaminya, ia mengutarakan semuanya Yang bikin amarahnya meledak, sang suami bukannya membela tapi diam saja. 


Suaminya mulai khawatir terhadap perubahan istrinya. Ia memberanikan diri menemui psikiater dan membujuk istrinya untuk menjalani konseling. Dari situ diketahui, bahwa Kim Ji-Yeong rupanya mengalami depresi pasca melahirkan yang berubah menjadi depresi pengasuhan anak. 

Suaminya bernama Jeong Dae-Hyeon, bekerja di perusahaan IT, ia seorang suami yang lembut dan pengertian,  tidak keberatan sama sekali harus membantu pekerjaan rumah. Dulunya Kim Ji-Yeong bekerja di sebuah Agensi Humas berskala kecil. Meski gajinya tidak sebanyak suaminya, ia betah bekerja di sana. Sebelum melahirkan, mereka berdua sering pulang larut dan hanya bertemu di akhir pekan, sekadar menonton tv dan menikmati cemilan dan bir. Mereka sudah menikah selama 3 tahun, tahun ini putrinya bernama Jeong Ji-Won berusia 1 tahun. 

Kim Ji-Yeong tak terbiasa menyuarakan pendapat dan isi hatinya, ia memilih diam serta pasrah. Ia khawatir takut di cap sebagai anak yang tak baik serta istri yang buruk. Akumulasi dari semua luka yang ia alami berujung depresi. Penulis pun mengajak kita menyelami asal muasal depresi Kim Ji-Yeong serta latar belakang keluarganya. 


Latar Belakang Kim Ji-Yeong

Ia lahir pada tanggal 1 April 1982, anak kedua dari 3 bersaudara. Ketika ia dan kakak perempuannya, Kim Eun-yeong lahir, sang ibu menangis dan meminta maaf kepada nenek. Bahkan, sebelum ia berumur 1 tahun, ibunya Oh Mi-Suuk hamil lagi. Hal itu tidak membuat ibu senang terutama setelah mengetahui bahwa bayi dalam kandungannya itu berjenis kelamin perempuan. Tekanan dari nenek yang sangat menginginkan cucu laki-laki serta dinginnya tanggapan Ayah, membuat ibu putus asa hingga berujung aborsi. Tragisnya, tak ada anggota keluarga yang menghibur seolah-olah semua itu pilihan ibu. 

Beberapa tahun kemudian, adik laki-lakinya lahir. Ia tak pernah merasa iri dengan perlakuan istimewa yang diterima sang adik. Baginya, sebagai seorang kakak ia harus mengalah. Adik laki-lakinya mendapatkan perlakuan istimewa, makanan dalam bentuk utuh, dan tak pernah bekerja membereskan rumah. Lain halnya, dengan Ji-yeong dan kakak perempuannya, selalu mendapatkan makanan sisa sementara mereka berdualah yang harus bekerja keras mengurus pekerjaan di rumah.

Di sekolah, Kim Ji-Yeong mendapatkan pelecehan seksual dari wali kelas pria berumur 4O tahun. Mungkin itulah yang menyebabkan ia histeris ketika pada suatu malam sepulang kursus, ia diganggu oleh teman laki-lakinya. Tak sampai di situ saja, ia kena marah dan disalahkan Ayahnya karena kursus di tempat yang jauh, berpakaian tidak pantas, ia harus bisa berhati-hati, dan kalau sampai tidak sadar dan tidak menghindar, maka ia sendiri yang salah.

Selepas wisuda, ia tak mau berpangku tangan, ia ingin segera bekerja. Berpuluh surat lamaran dikirimkan tapi tak ada satu pun yang menghubunginya. Sekalinya dihubungi, ia dilecehkan selama wawancara kerja. Ia sempat putus asa, syukurlah ia akhirnya diterima bekerja di sebuah perusahaan. Beban kerja berat, harus lembur, bahkan harus bekerja di akhir pekan tanpa bayaran tambahan. Mulanya, ia menikmati semua itu. Sampai akhirnya ia menyadari kinerja dan kerja kerasnya tak dianggap. Ia merasa seolah-olah terjebak dalam labirin demi labirin. Ia berjuang keras mencari jalan keluar, tetapi buntu. 

Berdasarkan data di antara anggota-anggota OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) organisasi untuk kerjasama dan pembangunan ekonomi, Korea Selatan adalah negara yang memiliki selisih penghasilan terbesar antara pria dan wanita. Data statistik 2014, apabila penghasilan pria adalah 1 juta Won, maka penghasilan rata-rata wanita dalam OECD adalah 844.000 Won, sementara penghasilan wanita di Korea Selatan adalah 633.000 Won. 

Menurut survey index langit-langit kaca diumumkan melalui majalah Inggris Economist bahwa Korea Selatan merupakan negara yang paling tidak ramah bagi pekerja perempuan. 

Kim Ji-yeong menikah pada usia 30-an, ia dipersalahkan karena sudah tak muda lagi dan rahimnya dianggap bermasalah oleh kerabat suaminya. Seperti biasa, dengan enteng suaminya berkata, mari kita punya anak. 

Bukan jawaban itu sejatinya yang ia inginkan. Ia mencemaskan konsekuensi dari keputusan memiliki anak, bagaimana pekerjaannya nanti, di mana anaknya akan dititipkan. 


Aku mungkin akan kehilangan masa muda, kesehatan, pekerjaan, rekan-rekan kerja, teman-teman, rencana hidup, dan masa depanku. Karena itu aku selalu memikirkan apa yang akan hilang dariku. Tetapi, apa yang akan hilang darimu ? 

Terus terang, saya pun kesal ketika kehamilan Kim Ji-Yeong dicemooh kolega pria di kantornya. Demi memastikan keselamatan pekerja perempuan yang hamil diberi kemudahan untuk datang 30 menit lebih lambat. Hey situ pikir hamil itu gampang, mual muntah itu seru, gak menghargai banget !?! 

Namun, yang paling menjatuhkan mental Kim Ji-Yeong kala seorang gadis berkata, "Orang yang berkeliaran di kereta bawah tanah dengan perut buncit demi mencari uang masih ingin punya anak?". Perkataan itu amat melukainya. Ia memutuskan berhenti bekerja. 

Ia merasa pengorbanannya seakan tak dihargai. Ia dijuluki "ibu-ibu cafe" hanya karena ia bersantai sejenak di sebuah taman sambil menikmati segelas kopi. 

Aku sudah melahirkan seorang anak dengan susah payah, aku sudah melepaskan hidupku, pekerjaanku, impianku, keseluruhan hidupku demi membesarkan anakku. Tetapi, aku malah dianggap seperti serangga. 

Akumulasi dari semua itu menyebabkan ia menderita depresi. Menurut keterangan dari Pskiaternya, ia menjalani konseling 2 kali seminggu. Meski frekuensi sudah berkurang, namun gejalanya masih belum hilang sepenuhnya. 

Novel ini tipis, hanya terdiri dari 192 halaman saja, namun penuh muatan informasi yang tidak bisa dibaca sambil lalu. Harus perlahan-lahan. Walau pun bukan kisah nyata, saya setuju fakta-fakta yang dipaparkan dalam novel ini benar adanya. Kim Ji-Yeong memang rekaan penulis semata, namun percayalah apa yang ia alami nyata adanya dirasakan kaum perempuan. 

Sebaik apa pun orangnya, pekerja perempuan hanya akan menimbulkan kesulitan apabila mereka tidak bisa mengurus masalah pengasuhan anak. 

Baca Juga 


Komentar

  1. Aku nonton filmnya ini mbk. Dan kebawa suasana banget. Sedih kesel. Kasian kim ji young. Tp kyknya novelnya lebih menarik ya?

    BalasHapus
  2. Aku belom sempet nonton versi Filmya. Iya banyak yang rekomen juga Filmya ini.
    Di Novel lebih detail , diceritain latar belakangnya kayak gi mana. Kalo media film terbatas yaa
    Makasi sudah mampir mba'

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular Posts

Rambut Rontok Berkurang dengan Mustika Ratu Hair Oil Cem ceman

Mustika Ratu Hair Oil cemceman Buatku 2020  tahun paling absurd, aneh,  menjengkelkan, menyulut cemas, serta hari depan mengabur. Sekadar berharap malah ketar-ketir. Virus  Corona   sekeparat itu, banyak korban berjatuhan, banyak nyawa melayang sia-sia, ekonomi pun tergerus. Termasuk aku di antara sekian juta yang ikut merasakan imbasnya. Muncul pikiran aneh yang ujung-ujungnya overthinking , mempengaruhi mood, berefek ke rambutku yang sempat mengalami kerontokan . Kalau sehelai 2 helai gak masalah, yang bikin saya panik dan hampir senewen, kerontokan rambutku sudah masuk tahap tidak wajar. Rambut rontokku menginvasi mulai dari lantai ruang tamu sampai kamar mandi. Setiap kali nyisir atau pegang rambut gak pernah gak rontok. Sesekali wajar, tapi hampir setiap waktu, kebayang gak seberapa menipisnya rambut di kepala.  Mulailah aku  Googling produk perawatan rambut rontok,dan menemukan   Mustika Ratu   Hair Oil   Cem ceman , yang banyak direkomendasikan. Terbuat dari minyak

Renungan Awal Januari

Aku ingat dengan jelas euphoria yang melingkupi perasaanku saat tahu liburan sudah di depan mata. Yang artinya, aku diberikan jeda meski tak lama dari kebisingan dan hiruk-pikuk tempatku bekerja. Jangan bayangkan kalau aku akan dengan semangat menyusun rencana-rencana seru menyambut momen liburan. Aku belum dan tak terpikir ingin traveling. Atau mengunjungi teman lama sekadar berbagi kisah.  Pexels   Satu-satunya rencana liburan yang menyenangkan menurutku melakoni hidup yang santai, tanpa huru-hara, aku bisa bangun di pagi hari dengan tenang. Tanpa perlu memikirkan apakah aku sudah bangun tepat waktu ? Aku dilingkupi perasaan yang cukup damai. Aku menyesap kopi hitam hangat dengan tanpa ketergesa-gesaan. Setiap sesapan kopi kuhirup tanpa ambil pusing dengan apa yang mungkin akan terjadi dalam hidup.  Tampak tidak antusias dan ambisius. Sepertinya begitulah caraku bertahan dan tetap punya pandangan tidak sinis pada hidup. Karena, biasanya, aku susah mengendalikan pikiran un

Keseruan Wardah Days Out Goes to Bukittinggi

Saya cukup sering dapat pertanyaan, kenapa masih betah bertahan dengan pekerjaan yang sama? Apa tidak bosan dan jenuh? Nggak ,karena kerjaannya dibayar. Meskipun, nominalnya tak berlimpah, tapi cukup untuk hidup. Bisa nabung dikit-dikit. Bisa self reward dengan beli buku tiap bulan dan makan enak sekali sebulan. Termasuk ikut event seru yang diadain sama Wardah Beauty Padang. Nikmat Tuhan mana lagi yang hendak hamba dustakan ?? Hehe  Lagi bosan dan pengen have fun eeh tanpa sengaja saya nemu info event Wardah Days Out Goes to Bukittinggi di Instagram Tanggal Merah Coffee & Eatery. Challenge-nya menarik seperti touch up with bestie, healing wall, remember me dan fun clay workshop. Untuk ikutan, perlu registrasi dan ada dua pilihan mau HTM-nya 45K atau 25K.  Foto: Instagram Tanggal Merah Kalau saya milih yang HTM 45K. Lumayan dapat free Coffee dari Tanggal Merah Coffee & Eatery, produk Wardah worth to 105k (Wardah colorfit cream blush, Wardah lightening fr

Pergi Baralek with Receh Squad

Saya bersyukur program sekolah 5 hari di kota Bukittinggi masih dilanjutkan. Walau pun, harus berangkat pagi pulang kerja kesorean pake banget, dan pasti lelahnya double kill. Tapi, rapopo, yang penting Sabtu nggak masuk kerja. Bisa jeda sejenak. Horeee ...  Pergi Baralek with Receh Squad  Apakah semua introvert paling males diajak hangout atau minimal ketemuan bentar saat weekend ? Atau karena sudah lelah berjibaku dengan kerjaan yang sangat menguras mental dan energi, kita jadi milih diem dan gak kepengen kemana-mana. Atau direcokin.  Sabtu ini, saya tak dapat sepenuhnya terlepas dari bersinggungan dengan manusia. Hadeuuuh .... Hamba lelah ... Mau diam saja di rumah ( teriak dalam hati)  Jadwal Sabtu ini sebagai makhluk sosial bakal pergi Baralek a.k.a kondangan. Ada teman yang gak dekat-dekat banget tapi yang namanya tuntutan sebagai makhluk sosial, mau tidak mau hamba mengalah. Itu pun karena perginya bareng Receh Squad.  Minus Putri, yang tidak tahu kenapa, berhalangan

Review Novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar - Tere Liye

Hampir 6 tahun lamanya, saya memutuskan berhenti membaca buku-buku karya Tere Liye . Bukan karena karyanya jelek. Melainkan, saya ingin eksplorasi karya penulis lain. Rasanya, hidup terlalu singkat, bila hanya dihabiskan membaca satu karya penulis saja. Mulailah saya bertualang dan mengoleksi berbagai buku yang menarik perhatian dan memperkaya wawasan dan sudut pandang.  Hingga suatu hari, terbitlah novel karya Tere Liye yang berjudul Teruslah Bodoh Jangan Pintar. Novel yang rilis tanggal 1 Februari 2024 bertepatan dengan suasana menjelang pemilu.  Jujur, saya sama sekali belum tertarik untuk membeli. Sekadar saya lirik di akun IG Tere Liye. Sampai saya ke-trigger oleh twit dari Ernest Prakasa yang memposting novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar karya Tere Liye. Kaget dan nggak nyangka ! Ernest Prakasa baca novel Tere Liye !!!! Review-nya ini novel yang sungguh berani. Terlalu berani. Salut .  Saya pun penasaran. Apakah novel Teruslah Bodoh Jangan Pintar akan sekeren novel Ne

Buku Filosofi Teras, Mental Tangguh Menghadapi Dinamika Hidup

Apa kabar ? Masihkah semangatmu nyala? Atau terendap dalam kubangan emosi negatif ? Kenalan yuk sama buku filosofi teras , siapa tahu dengan membaca buku ini bisa mengubah persepsimu tentang musibah yang kamu alami serta emosi negatif yang belum mampu dikendalikan seperti rasa cemas, khawatir hingga depresi.  Judul Buku : Filosofi Teras Penulis : Henry Manampiring Penerbit : Kompas  Terbit : Tahun 2018 Jumlah: 344 halaman Rating 🌟🌟🌟🌟 Baca melalui iPusnas Ternyata, sumber itu semua letaknya di pikiran kita. Kebiasaan kita yang suka mendramatisir kesedihan dan berlarut-larut di di dalamnya, memicu emosi negatif, yang bikin hidup tidak tenang. Kita senantiasa dirong-rong oleh kekhawatiran yang kita ciptakan sendiri. Padahal, belum tentu terbukti juga, kan ? Some things are up to us, some things are not up to us - Epictetus Karena itu, melalui buku  Filosofi Teras, Om Piring sapaan akrab penulis, menganjurkan kita harus mencoba belajar mengendalikan pikiran melalui dikotomi